Monday, June 30, 2014

Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Indonesia

Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Sejarah Bank Indonesia
BI berasal dari De Javasche Bank N.V yang merupakan salah satu bank milik pemerintah Belanda. De Javasche Bank N.V didirikan pada zaman penjajahan Belanda, tepatnya pada tanggal 10 Oktober 1827. Kemudian De Javasche Bank N.V dinasionalisir pemerintah Republik Indonesia tanggal 6 Desember 1951 dengan UU No. 24 tahun 1951 menjadi bank milik pemerintah Republik Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Penetapan Presiden No. 17 Tahun 1965, Bank Indonesia bersama bank – bank lainnya dilebur ke dalam bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia (BNI). Bank Negara Indonesia ini terdiri dari BNI Unit I, BNI Unit II, BNI Unit III, BNI Unit IV dan BNI Unit V. Bank Negara Indonesia Unit 1 kemudian berfungsi sebagai Bank Sirkulasi, Bank Sentral dan Bank Umum dijadikan Bank Sentral di Indonesia dengan UU No. 13 tahun 1968 status Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dikukuhkan lagi dalam UU RI No. 23 tahun 1999. Kantor pusat Bank Sentral terletak di Ibu kota negara. Di Indonesia bank sentral berkantor pusat di Jakarta dan mempunyai kantor di seluruh wilayah Indonesia serta perwakilan – perwakilan di luar negeri.          Tugas-tugas Bank Indonesia sebagai bank to bank adalah mengatur, mengkoordinir, mengawasi serta memberikan tindakan kepada dunia perbankan. Bank Indonesia juga mengurus dana yang dihimpun dari masyarakat agar disalurkan kembali ke masyarakat benar-benar efektif penggunaannya sesuai dengan tujuan pembangunan. Peranan lain Bank Indonesia adalah menyalurkan uang terutama uang kartal dimana Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk menyalurkan uang kartal. Disamping itu hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah adalah sebagai pemegang kas pemerintah. Begitu pula hubungan keuangan dengan dunia Internasional juga ditangani oleh Bank Inonesia seperti menerima pinjaman luar negeri.

a.    Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut.Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.


b.    Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
Tujuan Bank Indonesia seperti tertuang dalam UU RI No. 23 tahun 1999 Bab III Pasal 7 adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah.
Adapun maksud dari kestabilan rupiah yang diinginkan oleh Bank Indonesia adalah:
1.    Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang dapat diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi.
2.    Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Hal ini dapat diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain.
Agar kestabilan nilai rupiah dapat tercapai dan terpelihara, maka Bank Indonesia memiliki tugas antara lain :
1.    Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2.    Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3.    Mengatur dan mengawasi bank.
Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan tugas di atas pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Berikut ini akan diuraikan garis – garis besar dari masing – masing tugas Bank Indonesia seperti yang tertuang dalam Undang – Undang No. 23 tahun 1999.
4
1)    Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
a.    Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan   memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya.
b.    Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, paling lama 90 hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan.
c.    Mengelola cadangan devisa.
d.    Menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro dan mikro.
e.    Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan.
f.     Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara – cara yang termaksuk, tetapi tidak terbatas pada :
         Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang Rupiah maupun Valas.
         Penetapan tingkat diskonto.
         Penetapan cadangan wajib minimum.
         Pengaturan kredit atau pembiayaan.

2)    Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
a.    Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan ijin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.
b.    Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya.
c.    Menetapkan penggunaan alat pembayaran.
d.    Mengatur sistem kliring antar bank baik dalam mata uang rupiah maupun asing.
e.    Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.
f.     Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah.
g.    Mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik serta memusnahkan uang dari peredaran, termaksuk memberikan penggantian dengan nilai yang sama.

3)    Mengatur dan Mengawasi Bank
a.    Menetapkan ketentuan – ketentuan perbankan yang memuat prinsip – prinsip kehati – hatian.
b.    Memberikan dan mencabut izin usaha bank.
c.    Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank.
d.    Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.
e.    Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu.
f.    Mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan sesuai denga tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia.
g.    Melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
h.    Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan.
i.      Mengatur dan mengembangkan informasi antar bank.
j.      Mengambil tindakan terhadap suatu bank sebagaimana diatur dalam undang – undang tentang perbankan yang berlaku apabila menurut penilaian Bank Indonesia dapat membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan atau membahayakan perekonomian nasional.
k.    Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang – undang.


Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah dan Dunia Internasional

HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH
Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah seperti yang dituangkan dalam UU No. 23 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1.    Bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah.
2.    Untuk dan atas nama Pemerintah Bank Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri.
3.    Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau kewenangan Bank Indonesia.
4.    Bank Indonesia dapat membantu penertiban surat-surat hutang negara yang diterbitkan Pemerintah.
5.    Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah.
6.    Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
7.    Dalam hal Pemerintah menertibkan surat – surat hutang negara, Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia dan Pemerintah juga wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

HUBUNGAN DENGAN DUNIA INTERNASIONAL
1.    Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan
a.    Bank Sentral negara lain.
b.    Organisasi dan Lembaga Internasional.
2.    Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota Internasional dan atau lembaga Multilateral adalah negara maka Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama negara Republik Indonesia sebagai anggota.

Dewan Gubernur Independensi, Akuntabilitas dan Transparansi Bank Indonesia

DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan Gubernur terdiri dari seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior dan sekurang-kurangnya 4 orang atau sebanyaknya 7 orang Deputi Gubernur. Kedudukan Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk masa jabatan 5 tahun. Kemudian masa jabatan yang sama dapat diperpanjang sebanyak-banyaknya 1 kali masa jabatan berikutnya.


1)    Para Gubernur Bank Indonesia
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:
         2010-sekarang Darmin Nasution
         2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
         2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
         2008-2009 Boediono
         2003-2008 Burhanuddin Abdullah
         1998-2003 Syahril Sabirin
         1993-1998 Sudrajad Djiwandono
         1988-1993 Adrianus Mooy
         1983-1988 Arifin Siregar
         1973-1983 Rachmat Saleh
         1966-1973 Radius Prawiro
         1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
         1960-1963 Mr. Soemarno
         1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
         1958-1959 Mr. Loekman Hakim
         1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara

Akuntabilitas
Bank Indonesia secara reguler menyampaikan pertanggung-jawaban pelaksanaan kebijakan moneter kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk akuntabilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas pelaksanaan Kebijakan Moneter secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu. Selain itu Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanan Kebijakan tersebut disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.
Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat.
Transparansi dan Komunikasi
Agar kebijakan moneter dapat berkerja secara efektif, komunikasi yang terbuka antara Bank Indonesia dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, kebijakan moneter Bank Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada masyarakat. Komunikasi tersebut juga sebagai bagian dari akuntabilitas kebijakan moneter dan berperan dalam membantu pembentukan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi ke depan. Melalui komunikasi, Bank Indonesia mengajak masyarakat untuk memandang dan membentuk tingkat inflasi ke depan sebagaimana yang diitetapkan dalam sasaran yang diumumkan. Oleh karenanya, komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan terus menerus memuat pengumuman dan penjelasan tentang sasaran inflasi ke depan, analisis Bank Indonesia terhadap perekonomian, kerangka kerja, dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal Rapat Dewan Gubernur (RDG), serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dalam bentuk siaran pers, konferensi pers setelah Rapat Dewan Gubernur, publikasi Tinjauan/Laporan Kebijakan Moneter yang memuat latar belakang pengambilan keputusan,  maupun penjelasan langsung kepada masyarakat luas, media massa, pelaku ekonomi, analis pasar dan akademisi.
Media komunikasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia dalam bentuk publikasi :
a.TinjauanKebijakanMoneter
b.LaporanPerekonomiIndonesia
c.LaporanTriwulananDPRRI
d. Siaran Pers Kebijakan Moneter (link BI Rate)

Sumber :
http://elladestiana.blogspot.com/2013/01/status-dan-kedudukan-bank-indonesia.html
http://renirevita.blogspot.com/2012/12/bank-indonesia.html
http://www.bi.go.id/id/moneter/transparansi-akuntabilitas/Contents/Default.aspx
http://theoryofresistances.blogspot.com/2014/03/seluk-beluk-bank-indonesia.html

Thursday, June 12, 2014

Pengertian Uang Beredar



A.    Pengertian Uang Beredar
Jumlah uang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat. Namun definisi ini terus berkembang, seiring dengan perkembangan perekonomian suatu negara. Cakupan definisi jumlah uang beredar di negara maju umumnya lebih luas dan kompleks dibandingkan negara sedang berkembang (NSB).
Pengertian paling sempit atau biasa dikenal dengan istilah narrow money  adalah daya beli yang langsung bisa digunakan untuk pembayaran atau dapat diperluas mencakup alat-alat pembayaran yang mendekati “uang” (deposito berjangka dan tabungan). Narrow money yang biasanya disimbolkan dengan M1 terdiri dari uang tunai/kartal (currency) dan uang giral (Demand Deposit). Uang kartal merupakan uang kertas dan uang logam yang ada di tangan masyarakat umum, sedangkan uang giral mencakup saldo rekening koran/giro milik masyarakat umum yang disimpan di bank.
M1 = C + D
Dimana:
C         = Currency (uang kartal: kertas dan logam)
D         = Demand Deposits (uang giral: rekening koran/giro)
Pengertian uang beredar dalam arti lebih luas (Broad Money) adalah M1 ditambah dengan deposito berjangka dan tabungan milik masyarakat pada bank-bank.


M2 = M1 + TD + SD
Dimana:
TD       = Time deposits (deposito berjangka)
SD       = Savings Deposits (Saldo Tabungan)
Definisi uang beredar yang lebih luas lagi adalah M3 yang mencakup semua TD dan SD, besar kecil, rupiah atau  dollar milik penduduk pada bank atau lembaga keuangan non bank (uang kuasi)
M3 = M1 + QM
Dimana:  QM = uang kuasi

B.    Penawaran Uang Tanpa Bank
Teori ini menganggap seakan-akan perbankan tidak ada, kalaupun ada tidak mempunyai pengaruh terhadap proses penciptaan uang.Teori yang paling sederhana adalah gambaran dari sistem standart emas, dimana emas adalah satu-satunya alat pembayaran. JUB naik-turun sesuai dengan tersedianya emas di masyarakat. Jumlah uang (emas) dapat turun apabila emas dikirim ke luar negeri untuk menutup defisit neraca pembayaran (impor), industri-industri yang menggunakan emas dalam proses produksinya menyedot emas yang ada. JUB (emas) naik apabila ada surplus neraca pembayaran atau karena produksi emas meningkat
Uang beredar benar-benar ditentukan oleh proses pasar, sedangkan pemerintah, bank sentral atau perbankan tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya uang beredar. Contoh sederhana, suatu perekonomian tertutup yang menggunakan emas untuk alat pembayarannya. Dalam hal ini uang hanya akan bertambah apabila orang memproduksi emas. Sedangkan produsen emas akan memproduksi emas hanya apabila menguntungkan, yaitu apabila harga emas di pasaran lebih tinggi daripada biaya produksinya.
C.     Teori Penawaran Uang Modern
Dalam perekonomian modern digunakan sistem standart kertas dan sebagai sumber terciptanya uang beredar adalah otorita moneter (pemerintah dan bank sentral) dan lembaga keuangan. Otorita moneter sebagai sumber penawaran uang inti dan lembaga keuangan sebagai sumber penawaran uang sekunder. JUB merupakan proses pasar, artinya hasil interaksi anatara permintaan dan penawaran, dan bukan ahanya pencetakan uang atau merupakan keputusan pemerintah saja. Apabila suatu waktu permintaan uang inti tidak sesuai dengan penawaran uang inti, maka para pelaku dalam pasar uang masing-masing akan melakukan “penyesuaian” berupa tindakan-tindakan (mengubah struktur/komposisi dari kekayaan) di sub-pasar uang inti sehingga terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Demikian juga jika terjadi ketidakseimbangan di pasar uang sekunder. Kedua sub-pasar ini harus mencapai keseimbangan secara bersama-sama.

Sumber :
  1. Nopirin (1998), Ekonomi Moneter Buku I, BPFE UGM, Yogyakarta.
  2. Mishkin, Frederic S. (2006), The Economics of Money, Banking, and Financial Markets, Pearson – Addison Weasley
  3. Insukindro (1997), Ekonomi Uang dan Bank, BPFE UGM, Yogyakarta
  4. Karim, Adi Warman (2002), Ekonomi Islam: Suatau Kajian Ekonomi Makro, The International Institute of Islamic Thought (IIIT), Jakarta.